Orde Baru Adalah Istilah Yang Diciptakan Oleh Presiden Indonesia Kedua Untuk Menggambarkan Rezimnya Ketika Ia Berkuasa

Rujukanedukasi.com – Masyarakat Indonesia yang lahir sebelum tahun 1990-an tentu secara sadar dapat mengingat dan mengalami sendiri bagaimana Pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Pemerintahan yang mengatur dan berkuasa di Indonesia dalam waktu yang bisa dibilang lama. Di balik itu semua, sampai saat ini banyak pro dan kontra di dalamnya pada kalangan masyarakat Indonesia.

Pengertian Orde Baru

Orde Baru atau yang terkenal dengan istilah singkatan “Orba” adalah istilah yang diciptakan oleh presiden Indonesia kedua Soeharto untuk menggambarkan rezimnya ketika ia berkuasa pada tahun 1966. Soeharto menggunakan istilah ini untuk membedakan pemerintahannya dengan pemerintahan pendahulunya, Soekarno (dijuluki Orde Lama).

Istilah “Orde Baru” saat ini telah menjadi identik dengan presiden kedua Indonesia, Soeharto (1966-1998).

Pengertian tata surya

Sejarah berjalannya Orde Baru

Pada masa Orde Baru, Pancasila dipromosikan sebagai ideologi nasional karena setelah meredanya kasus G30S PKI. Soeharto mendapatkan resolusi parlementer pada tahun 1983 (Ketuk MPR No 11/1983) yang mewajibkan semua organisasi di Indonesia untuk mematuhi Pancasila sebagai prinsip dasar.

Saat Orde Baru, Soeharto membuat program indoktrinasi Pancasila yang harus dihadiri oleh semua orang Indonesia, dari siswa sekolah dasar hingga orang dewasa.

a. Stabilitas Politik Dalam Negeri

Pemerintahan Soeharto mengeluarkan kebijakan yang sangat terkenal dan ditentang oleh masyarakat Indonesia pada saat ini, yaitu Dwifungsi ABRI (“Fungsi Ganda”) di mana memungkinkan militer untuk memiliki peran aktif dalam semua tingkatan mulai dari pemerintahan, ekonomi, dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

b. Dalam Bidang Ekonomi

Pemerintah Soeharto mengeluarkan UU penanaman modal dalam negeri pada Juni 1968, untuk memungkinkan pengembangan kelas kapitalis domestik yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi untuk melengkapi perusahaan milik negara yang sudah ada.

Akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an mulai muncul pengusaha domestik (kebanyakan Tiongkok-Indonesia) di sektor manufaktur-substitusi impor ringan seperti Grup Astra dan Grup Salim.

Dengan bantuan luar negeri IGGI dan kemudian melonjaknya ekspor minyak selama krisis minyak tahun 1973, pemerintah memulai serangkaian investasi intensif skala besar di bidang infrastruktur di bawah serangkaian rencana lima tahun (Rencana Pembangunan Lima Tahun / REPELITA):

  • REPELITA I (1969–1974) yang berfokus pada peningkatan pertanian (Revolusi Hijau) untuk memastikan keamanan pangan
  • REPELITA II (1974–1979) berfokus pada infrastruktur di pulau-pulau di luar Jawa dan pertumbuhan industri primer
  • REPELITA III (1979–1984) berfokus pada pencapaian swasembada pangan dan pertumbuhan dalam industri padat karya yang berorientasi ekspor
  • REPELITA IV (1984–1989) berfokus pada pertumbuhan manufaktur barang-modal
  • REPELITA V (1989-1994) yang berfokus pada pertumbuhan infrastruktur telekomunikasi, pendidikan, dan transportasi
  • REPELITA VI (1994-1998, belum selesai) berfokus pada infrastruktur untuk mendukung investasi asing dan perdagangan bebas

c. Kebijakan Luar Negeri

Dengan mengambil alih kekuasaan, pemerintahan Soeharto mengadopsi kembali kebijakan netralitas dalam Perang Dingin dan membentuk hubungan baik dengan blok Barat (termasuk Jepang dan Korea Selatan), dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan bagi pemulihan ekonomi Indonesia.

Negara-negara Barat, yang terkesan oleh paham anti-komunis Soeharto, dengan cepat menawarkan dukungan mereka. Hubungan diplomatik dengan Tiongkok ditangguhkan pada Oktober 1967 karena Tiongkok dicurigai terlibat dalam Gerakan 30 September (hubungan diplomatik baru dipulihkan pada tahun 1990).

Karena Soeharto melakukan pemberantasan pada PKI, Uni Soviet memberlakukan embargo penjualan militer ke Indonesia. Namun, dari tahun 1967 hingga tahun 1970 menteri luar negeri Adam Malik berhasil mendapatkan beberapa perjanjian untuk merestrukturisasi hutang besar-besaran yang ditimbulkan oleh Soekarno dari Uni Soviet dan negara-negara komunis Eropa Timur lainnya.

Secara regional, setelah mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia pada bulan Agustus 1966, Indonesia menjadi anggota pendiri Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada bulan Agustus 1967.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments