Kerajaan Demak: Sejarah, Silsilah, dan Peninggalannya

Kerajaan Demak Sejarah, Silsilah, dan Peninggalannya

Kerajaan Demak, Wilayah Demak merupakan daerah yang ramai dikunjungi oleh pedagang baik lokal maupun luar, khususnya pada abad ke 16 Masehi. Hal itu disebabkan daerah tersebut berada tidak jauh dengan lautan yaitu di pantai selat yang memisahkan antara Pegunungan Muria dari Jawa Tengah. Kapal-kapal dagang silih berganti singgah di pelabuhan selat tersebut.

Kerajaan Demak

Kerajaan Demak Sejarah, Silsilah, dan Peninggalannya

Pada abad yang sama, wilayah Demak sering dijadikan sebagai pusat penyimpanan komoditas perdagangan dari berbagai daerah. Karena itu aktifas sosial, ekonomi, bahkan politik yang ada di daerah tersebut berkembang sangat pesat, terlebih setelah Majapahit mulai mengalami kemunduran dan Demak semakin kuat, sehingga bisa keluar dari kekuasaan Majapahit.

Sejarah Kerajaan Demak

Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam tertua yang ada di Jawa. Kerajaan ini diperkiran berdiri pada perempat terakhir abad ke 15 oleh seorang keturunan China yang bernama Cek Ko Po atau yang juga disebut dengan Raden Patah atau Jin Bun.

Pendirian kerajaan Demak salah satunya dilatarbelakangi oleh karena perang saudara antara Jin Bun sendiri dengan iparnya, Girindrawardhana. Ia juga kecewa dengan orang tuanya Brawijaya V yang justeru bisa takluk oleh Girindrawardhana dan membuat iparnya tersebut melanjutkan posisi ayahnya sebagai raja Majapahit selanjutnya dengan gelar Brawijaya VI.

Hal itu membuat situasi Jin Bun pupus harapan, dimana harusnya dia yang menggantikan posisi ayahnya. Hal itu kemudian membuat Jin Bun bertekad untuk mendirikan kerajaan sendiri bersama beberapa orang terdekatnya. Waktu itu, ia sudah masuk Islam karena memang ia sudah berguru kepada Raden Rahmat (Sunan Ampel).

Situasi tersebut didukung denga pengaruh Islam yang sangat kuat di Demak dan beberapa daerah di Jawa. Adanya pengaruh tersebut menjadi kesepatan baik bagi Jin Bun untuk membangun kekuatan. Hal itu disebabkan karena ia memang sejalan dengan Islam dan berbeda sama sekali dengan agama mayoritas pemerintah Majapahit.

Selain itu juga diperparah dengan kondisi internal maupun eksternal dalam kerajaan Majapahit itu sendiri. Pada masa pemerintahan Brawijaya VII banyak sekali daerah yang melakukan pemberontakan dan mengeluarkan diri sebagai daerah kekuasaan Majapahit, begitu pula dengan Demak.

Setelah Majapahit runtuh dan Demak semakin menguat, Jin Bun dan seorang temannya, Kin San tidak langsung menduduki ibu kota Majapahit untuk dijadikan sebagai pusat pemerintahannya nanti. Justeru mereka memilih Demak menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan kerajaan Islam Demak yang sudah digagasnya bersama beberapa Wali Songo.

Setelah Jin Bun dinobatkan sebagai Sultan Demak oleh para Wali Songo dan yang lainnya, ia kemudian mendapat gelar Al Fatah atau yang sering disebut dengan Raden Patah. Ia mulai melakukan beberapa pembangunan sejak tahun 1475, seperti pembangunan masjid, perbaikan masjid Cheng Ho di Semarang hingga perbaikan beberapa kota seperti Semarang.

Pengertian Kebijakan Moneter, Tujuan, Jenis dan Indikator

Silsilah Kerajaan Demak

Silsilah Kerajaan Demak

Kerjaan Demak didirikan oleh Raden Patah sekaligus sebagai raja pertamanya. Ia merupakan putra raja Majapahit yang ke-11 dan terakhir yaitu Brawijaya V (1468-1478). Sementara ibunya adalah seorang muslim putri bernama Siu Ban Ci dari Campa. Raden Patah dilahirkan di Palembang. Konon ibu Raden Patah diusir dari istana sebelum melahirkan puteranya.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Slamet Mujono dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara bahwa dalam Serat Kanda, Raden Patah mempunyai empat orang putera yaitu Surya dan Trenggana yang lahir dari istri pertama yang berasal dari Giri. Kanduwuran yang lahir dari istri kedua berasal dari Randu Sanga. Kemudian Kikin yang lahir dari istri ketiga berasal dari Jipang.

Surya diduga kuat sebagai Pati Unus yang nantinya menjadi raja kedua setelah Raden Patah mangkat. Pati Unus mulai menjabat sebagai raja Demak sejak usia 17 tahun. Ia hanya berkuasa sangat singkat yaitu 3 tahun saja (1518-1521). Ia gugur dalam misi penyerbuan terhadap Portugis yang berada di Malaka.

Pati Unus sering dijuluki sebagai Pangeran Sabrang Lor karena memang ia mempunyai misi mengenai integrasi wilayah dengan bagian utara. Seperti yang dilakukannya ketika membantu kerajaan Malaka yang berada dalam tekanan pendatang yaitu Portugis. Ia memerintahkan untuk membuat kapal dengan jumlah lebih banyak dan kuat untuk mempersiapkan misinya tersebut.

Kemudian raja ketiga kerajaan Demak adalah Sultan Trenggono. Ia merupakan putera pertama Raden Patah dari istri tertua yang berasa dari Giri. Untuk memperoleh tahta setelah sepeninggalan ayahnya, Trenggono sempat berkonflik dengan saudara tirinya yaitu Raden Kanduwuran. Hal itu disebabkan Raden Kanduwuran lebih tua dan merasa yang paling tepat menempati posisi sultan Demak.

Dalam perebutan tahta antara kedua saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Trenggono. Perselisihan mengenai tahta tersebut terjadi sekitar tahun 1521 dan menjadi kesempatan baik bagi Bupati Majapahit Giridrawardhana untuk membebaskan diri dari Demak pasca keruntuhannya. Namun hal itu tidak berjaan dengan mudah karena mereka sudah tidak mempunyai pasukan yang kuat seperti sebelumnya.

Bahkan setelah Girindrawardhana meminta bantuan dari pasukan Potugis, ia masih belum bisa memandingi pasukan Demak yang sudah dipersiapkan oleh sultan Trenggono. Pada masa pemerintahannya, Sultan Trenggono gencar melakukan perluasan wilayah khususnya di daerah Jawa seperti Sunda Kelapa yang menjadi wilayah kerajaan Pajajaran, Tuban, Madiun, Surabaya dan Pasuruan, hingga Blambangan. Karena itulah pada masa pemerintahan Sultan Trenggono disebut-sebut menjadi masa keemasan.

Tuban berhasil ditaklukkan sekitar tahun 1527, dimana wilayah merupakan kota pelabuhan tua yang berada di bawah kekuasaan Majapahit sebelumnya. Sementara itu, Madiun juga berhasil dikuasai sekitar tahun 1529-1530. Begitu pula masih sekitar tahun 1530-an, kota pelabuhan Surabaya mengakui kerajaan Demak.

Aksi perluasan daerah yang dilakukan oleh Sultan Trenggono masih tetap berjalan merambah ke wilayah pedalaman seperti Gunung Penanggungan sekitar tahun 1543, Kediri sekitar tahun 1550-an, dan Malang sekitar tahun 1545. Kemudian ke wilayah Panarukan yang membuat Sultan Trenggono kemudian terbunuh.

Bahkan pada masa pemerintahannya, Sultan Trenggono pada 1527 berusaha untuk menumpas anak cucu Girindrawardhana (Brawijaya VI) dan Brawijaya VII. Ia juga menutup relasi antara Majapahit dengan Portugis karena dikhawatirkan mereka akan membangun kekuatan baru yang bagus. Saat upaya penumpasan tersebut, Brawijaya VI terbunuh.

Setelah itu banyak masyarakat Jawa yang memeluk agama Islam, sementara itu anak cucu Brawijaya enggan meakukannya. Mereka melarikan diri ke luar wilayah seperti Pasuruan dan Situbondo dengan tetap menganut agama Hindhu dan kukuh tidak enggan tunduk kepada kerajaan Demak yang notabene Islam.

Setelah Sultan Trenggono mangkat, kemudian digantikan oleh putranya yaitu Sultan Prawata sekitar tahun 1560-an. Ia tidak menjaanan kebijakan perluasan wilayah sbagaimana yang dilakukan oleh orang taunya. Menurut M.C. Ricklefs, Sultan Trenggono memerintah dua periode yang secara tidak berurutan.

Dalam masa pemerintahan Sultan Prawoto inilah Kerajaan Demak mulai memperlihatkan kelemahannya hingga kemudian mengalami kemunduran.

Peninggalan Kerajaan Demak

Masjid Agung Demak

Masjid Demak dipercaya sebagai masjid tertua di Jawa sejalan dengan berdirinya kerajaan Demak. Masjid yang terletak di desa Kauman, Demak Jawa Tengah tersebut didirikan oleh Raden Patah selaku sultan atau raja pertama kerajaan Demak. Masjid Demak pada masa kerajaan, seringkali digunakan sebagai tempat berkumpulnya para Wali Songo untuk membahas mengenai beberapa hal, di samping sebagai tempat penyebaran ajaran Islam.

Masjid Demak terletak di tengah pusat kota, yaitu tidak jauh dengan alun-alun. Hal itu sesuai dengan konsep tata letak suatu kota di Jawa zaman dahulu, dimana di sekitar kerajaan selalu ada alun-alun di tengahnya, masjid, pasar, dan bahkan penjara. Hal itu disebabkab karena daerah lingkaran tersebut sering menjadi pusat aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.